Cerpen Pain - Teh90blog

Cerpen Pain

Pain
Karya: Pratama Production


Kilauan lembut sang surya mulai menyapa, burung-burung pun bersenandung riang dengan lagu indahnya. Pagi yang cerah, menyerasikan paduan kuas dan ayunan tangan lihai dari tuannya. Menciptakan karya seni indah beralaskan kanvas. 

Tak perlu waktu lama untuk membuat sang pelukis terpukau dengan hasil karyanya sendiri. Sebuah karya yang natural dan memanjakan mata, membuat penikmat pun terpana dengan garis yang menjadi dasarnya, bentuk yang memaknainya, serta warna yang menyempurnakannya. Pandangannya bersinar seolah bidadari cantik tergambar jelas dalam kanvasnya.

“Akhirnya, selesai juga karyaku yang ke seratus dua puluh lima!” senyumnya mengembang. 

Pria itu bernama Roy. Seorang pria 17 tahun yang entah memiliki hobi apa, karena hanya melukis dan melukisIah yang selama ini ia tekuni. Sedari kecil, Roy tidak diperbolehkan bermain bersama teman-teman sebayanya. Roy hanya menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam rumah yang berfasilitas mewah bagaikan seorang Raja. Tapi semua itu terasa hambar di mata Roy, ia seringkali masih merasa bosan. Maka dari itu, Roy kemudian belajar melukis untuk mengisi waktu luangnya.

Sudah begitu banyak lukisan yang Roy ciptakan, dan pada akhirnya hanya tersusun rapi di dalam almari di pojok kamarnya. Sampai suatu saat, almari itu penuh dan tidak dapat lagi menampung karya-karya yang Roy hasilkan.Roy pun jarang menyentuh kuasnya lagi sejak saat itu. Namun entah kenapa, pagi ini Roy mulai memanjakan kuasnya lagi. Lukisan yang diselesaikan Roy kali ini pun tidak kalah bagus dengan lukisannya yang dulu. Mungkin memang karena bakat melukis yang tertanam di dalam diri Roy lah yang membuatnya seperti ini.

Setelah puas memandang hasil karyanya, ia beranjak menuju jendela kamarnya yang tengah terbuka, menampakkan keindahan alam yang selama ini mengelilingi rumahnya. Tak sengaja juga, Roy melihat sekumpulan burung yang dengan rapinya terbang menghiasi birunya sang langit.

“Wahai burung, andaikan aku bisa jadi sepertimu, bisa terbang bebas tanpa terikat suatu apapun. Tetapi sayangnya tidak semudah itu, justru aku bagaikan burung yang terkurung dalamsangkar emas. Tempat yang terlihat mewah tapi juga mengikatku agar tidak bisa meninggalkannya.”Roy berandai dengan tingginya dan kemudian kehilangan keseimbangan. Ia sungguh sedang dalam batasnya.

Sambil menghela nafas, Roy kemudian mengalihkan pandangannya kearah dadanya, air matanya pun tiba-tiba merembes membasahi pipi.

“Sial! Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa? Tuhan memang tidak adil kepadaku!” Raut mukanya geram dan tangannya mengepal kuat, ia begitu marah sekarang.

Roy mengidap suatu penyakit yang langka, dimana penyakit tersebut menyebabkan jantungnya bertambah besar setiap tahun dan suatu saat akan meledak kemudian melenyapkan hidupnya. Setiap tahun penyakit ini semakin parah. Bahkan tahun ini, Roy tidak diperbolehkan untuk pergi ke sekolah layaknya remaja pada umumnya. Penyakit ini juga menyebabkan Roy tidak dapat bermain dengan teman sebayanya sewaktu kecil, karena orang tua mereka takut akan penyakit yang diderita Roy akan menular ke anak mereka.

“Roy, ayo bangun! Ini sudah pukul tujuh pagi lho!”Suara itu langsung membuyarkan pikiran Roy.

“Iya, Bu. Ini lagi proses.”Jawab Roy sembari meletakkan kuas yang sudah hangat terkena kulit tangannya. Roy segera merapikan kamar dan menghapus air mata yang masih mengalir di pipinya lalu segera pergi ke ruang makan untuk sarapan.

“Yey! Kakak kalah lagi! Aku sudah sarapan duluan lho!” Seru adik Roy, Rani namanya.

”Nggak, kamu curang kok. Ibu pasti membangunkanmu lebih dulu!”Bantah Roy sambil meraih nasi dan lauk yang ada di depannya.

“Berarti itu salah Ibu dong, bukan salah Rani! yeeek.” Ejek Rani semangat.

“Lah kan--” Belum sempat Roy menyelesaikan kalimatnya, Rani langsung memotong “Pokoknya hari ini Rani yang menang, titik!” Ucap Rani tak terbantahkan, seolah tembok besar China yang tak mau dihancurkan oleh siapa pun.

“Oke, kamu mau minta apa?” Tanya Roy pasrah sembari memasukkan sendok yang penuh makanan kedalam mulutnya.“Nanti kakak cuma mau ke toko cat untuk beli peralatan melukis, jadi jangan minta yang aneh-aneh.”

“Wahh! Kakak melukis lagi? Nanti Rani aja yang jadi modelnya, ya?”

“Nggak boleh, kalau kamu jadi modelnya nanti lukisan kakak jadi jelek, hahaha!”canda Roy menampakkan wajah girangnya.

“Kak Roy jahat! Nggak sayang sama Rani!” Wajah cemberut Rani mulai tampak. 

“Tadi katanya mau minta hadiah? Jadi nggak? Kalau nggak jadi yaudah” Tanya Roy mengingatkan Rani karena perbincangannya sudah mulai melebar dari topik awal.

“Boneka! Rani mau Boneka!” Teriak Rani keras dan langsung membuat Roy tersedak “Uhuk uhuk! Air...air, mana air? Cepet!”

“Hahahaha, muka kakak lucu banget!” ucap Rani dengan tawa yang keras membiarkan kakaknya kesusahan mengontrol tenggorokannya sendiri. “Toko boneka kan dekat sama toko cat, jadi sekalian aja. Mudah kan, kak?” Tambah Rani sambil tertawa.

“Yaudah deh. Sekarang berangkat sekolah sana, nanti telat lagi kayak kemarin!”Roy mengatakannya sembari menetralkan gangguannya tadi. “Jangan sampai lupa! Nanti kalau lupa kakak harus nyelesaiin PR Rani!” ujar Rani.

Roy dan Rani memang selalu melakukan hal itu setiap sarapan. Barangsiapa yang menyelesaikan sarapan terlebih dulu akan dianggap sebagai pemenang dan pemenang berhak meminta apapun kepada yang kalah. Awalnya, permainan ini diciptakan Roy agar ia dapat bangun pagi,tapi kenyataannya Roy belum pernah sekalipun memenangkan permainan ini dan membuat Rani menjadi pemenang secara berturut-turut.Tetapi,sebenarnya inilah yang membuat hati Roy merasa senang di pagi hari, mengingat ia tidak mempunyai teman bercanda selain Rani.

“Hari ini mau kemana Roy?” Tanya sopir pribadi Roy, Pak Budi, saat melihat Roy berjalan kearah garasi.“Ke toko cat pak, tapi nanti sekalian mampir ke toko boneka di seberangnya.”jawab Roy. “Oke siap!” Pak Budi menyahutinya dengan mantap.

Roy tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memilih dan membeli peralatan melukis yang ia butuhkan, karena Roy sudah hafal dengan apa yang benar-benar ia butuhkan. Tak lupa, Roy pergi membeli boneka untuk Rani, kali ini ia memilih sebuah boneka Teddy-bear berwarna cokelat kesukaan Rani.

Sang Mentari sudah berada tepat di atas kepala dan hari pun sudah semakin panas, Roy memutuskan untuk pulang sebelum kejadian yang tak diinginkannya terulang kembali. Sekitar satu bulan yang lalu, Roy nekat pergi dengan temannya untuk jalan-jalan di siang hari, semuanya berjalan normal pada awalnya, namun tiba-tiba Roy jatuh pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kata dokter, Roy sekarang harus menghindari aktivitas saat udara panas, karena itu akan mempercepat kelelahan yang bisa berakibat fatal untuk Roy. Sejak saat itu, Roy tidak pernah diajak jalan-jalan oleh temannya karena trauma.

Sesampainya di rumah, Roy langsung pergi ke kamarnya dan mulai membuat lukisan lagi. Sepertinya semangat melukis dari dalam diri Roy mulai tumbuh kembali hari ini.

“Sebenarnya apa itu kebebasan? Apakah hidup dengan berbagai aturan dan jeratan bisa disebut dengan sebuah kebebasan? Lalu apakah semua orang sudah mempunyai kebebasannya masing-masing?”

Kalimat itu terus berputar dalam pikiran Roy. Roy berpikir, apakah ia selama ini sudah merasakan kebebasan? Kebebasan yang ia peroleh selama ini hanya seperti sebuah tisu, yang hanya berguna sesaat dan langsung dibuang dalam keadaan yang sudah tidak layak lagi.

Hari menjelang sore, matahari sudah mulai memejamkan cahayanya, tetapi Roy masih sibuk mengoles kuas yang telah belumuran cat ke atas kanvas. Ternyata ia masih tekun mengerjakan lukisannya yang padahal sudah dimulainya sejak siang tadi. Hingga tiba-tiba, terdengar suara keras yang mengagetkan Roy.

“Kak, buka pintunya dong! Aku mau lihat bonekanya!” Ternyata itu suara Rani yang sedang mengetuk pintu kamar Roy kasar.

“Iya! Sebentar!” Roy pun membalas dengan nada yang sama.

Pintu kamar terbuka dan Rani pun langsung masuk tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya.

“Wahh, Teddy-bear! Yeee!” Rani berteriak kegirangan saat menemukan boneka Teddy-bear di atas ranjang Roy. “Kakak memang yang terbaik deh!”

“Iya sama-sama, dasar!”Roy mencebik kesal saat Rani hanya mempedulikan boneka yang baru dibelinya tadi. "sekarang kamu keluar dulu deh, kakak sibuk," Kata Roy sambil mengerutkan dahinya.

“Wahh kakak melukis lagi ya? Ini lukisannya? Kok aneh gitu?” Berbagai pertanyaan langsung dikeluarkan Rani.

“Kamu nggak bakal ngerti, sudah keluar sana!” Perkataan Roy semakin keras untuk mengusir adiknya.

“Aku nggak mau keluar sebelum kakak jelasin apa makna dari lukisan ini, titik!” Rani mulai ngotot. 

“Haduhh, iyaa, kakak jelasin makna dari semua gambar yang ada dalam lukisan ini. Dengarkan baik-baik.” Jawab Roy dengan raut muka malas.

“Seseorang yang tangannya terikat dalam lukisan ini menggambarkan tentang seorang manusia yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Tuhan, kehidupan yang selama ini ia jalani jauh dari kata sempurna, ada banyak sekali aturan yang ada dalam hidupnya. Seperti ikatan yang tidak akan pernah terlepas dari tangannya.”

“Lalu untuk raut wajahnya yang sedih itu menggambarkan keadaannya selama ini, orang ini terus mengalami kesedihan dan kepedihan sepanjang hidupnya hingga terciptalah awan hitam di belakangnya selalu mengikuti.”

“Untuk gambar matahari yang berada di pojok kanan atas itu menggambarkan kesenangan dan kebahagiaan yang orang ini peroleh selama hidupnya, sinarnya yang redup masih kalah dengan warna awan hitam, menggambarkan bahwa kebahagiaan orang itu berlangsung singkat dan tidak bisa menghilangkan kesedihan dalam dirinya.” Rani mendengarkan penjelasan kakaknya itu dengan penuh perhatian sambil memeluk boneka Teddy-bearnya dengan erat.

“Lalu apa makna dari perhiasan itu kak? Apa makna dari lubang di bagian dada sebelah kiri itu kak?” Rani menghujami kakaknya dengan berbagai pertanyaan.

“Perhiasan itu bermakna bahwa orang ini sebenarnya memiliki banyak harta dan kekuasaan, namun karena--” Roy menghentikan penjelasannya lalu diam tanpa kata.

“Karena apa, kak?"tanya Rani keheranan.

“Itu buat PR kamu aja deh. Kakak udah capek jawabnya. Kakak mau minum obat, lalu tidur.”Roy membalasnya dengan senyuman kecil.“Halahh, kakak nyebelin!” sahut Rani kesal sambil melangkahkan kakinya keluar kamar.

Perkataan dari Roy tadi seakan tertanam dalam pikiran Rani, rasa ingin tahuyang begitu dalam membuat Rani menanyakannya pada Ibu. “Bu, perhiasan yang dipakai seseorang itu artinya apa sih?”Tanya Rani dengan raut muka serius.

“Tumben kamu nanya gituan ke Ibu, emangnya kamu belum tau ya?” Kata Ibu dengan nada lirih karena baru saja pulang kerja. Rani hanya menggelengkan kepalanya setelah mendengar pertanyaan Ibunya.

“Perhiasan itu melambangkan kemewahan dan keindahan, Nak. Setiap orang yang mempunyai perhiasaan yang banyak itu pastilah orang yang kaya dan berpangkat tinggi.”jawab Ibu ringan.

“Lalu apa artinya orang yang mempunyai lubang di bagian dada sebelah kiri Bu?” Rani bertanya lagi kepada Ibunya.

“Kamu lihat orang itu dimana?” Ibu bertanya balik.

“Di lukisannya kak Roy, Bu.” ucap Rani jujur.

Raut wajah Ibu kemudian berubah drastis, Ibu hanya diam sejenak lalu menyuruh Rani untuk segera menuju ke kamar untuk mengerjakan PR sekokahnya. Rani yang mendengar itu mau tak mau harus menuruti perkataaan Ibunya, dengan segera Rani pun menuju kamarnya dengan satu pertanyaan yang masih belum bisa Rani temukan jawabannya. 

Malam yang sunyi berubah menjadi ramai ketika genting rumah tertimpa titik-titik air yang turunkarena tangisan awan, Rani langsung terbangun karena derasnya hujan saat itu.

“Yahh, masih jam dua malam, kenapa malah hujan sih? Ganggu tidur aja!” Rani seakan protes entah dengan siapa, karena ia terganggu dengan suara hujan yang begitu deras. 

Rani kemudian melangkah ke dapur dan mengambil beberapa cemilan untuk menemaninya selagi hujan. Sambil menyantap cemilan yang ada di depannya, Rani memikirkan pertanyaan yang diberikan oleh sang kakak. Rani berpikir keras, bahkan sampai cemilannya habis tetapi ia masih belum mendapat jawaban apapun.

Namun tiba-tiba Rani teringat sesuatu yang langsung membuatnya girang “AHA! Aku tau jawabannya!” Ia kegirangan seperti seorang penemu yang baru saja mendapatkan ide yang cemerlang.

Keesokan harinya, perkelahian di ruang makan terjadi lagi dan seperti biasanya pula Roy akhirnya kalah lagi, kali ini Rani meminta bunga sebagai hadiah. Roy pun akhirnya menyetujui permintaan Rani dengan terpaksa, ia hanya mengangguk-angguk saja dari tadi tanpa berkata apapun.

“Kak, Rani sekarang tau apa makna dari lukisan kakak kemarin” Perkataan Rani langsung mengubah suasana secara mendadak seperti hujan yang turun dikala terik.

“Perhiasan itu mempunyai arti bahwa orang yang ada dalam lukisan kakak kemarin itu adalah seseorang yang mempunyai harta yang banyak dan hidup mewah. Sedangkan untuk lubang di bagian dada sebelah kiri itu bermakna bahwa orang itu memiliki penyakit jantung yang amat parah. Rani pun akhirnya tau siapa orang yang ada di dalam lukisan kakak kemarin. Orang itu adalah kakak sendiri, benar kan?” Rani menjelaskannya tanpa pikir panjang dan langsung membuat semuanya terdiam, termasuk Roy yang sejak tadi menunduk saat Rani mulai angkat bicara. 

“Nak, seharusnya kau tidak boleh putus asa tentang apa yang kamu alami saat ini.Semua orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, Tuhan itu Maha Adil. Jadi kamu jangan menyerah, harus terus berjuang sampai titik darah penghabisan seperti para pahlawan yang dahulu berjuang untuk merebut kemerdekaan.”Jelas Ibu memberi semangat kepada Roy.

Perkataan dari Ibunya itu seperti menghidupkan api semangat dalam diri Roy, kobaran api tersebut membakar semangat hidup Roy yang selama ini telah tenggelam kedalam kegelapan. Roy menatap Ibunya dalam-dalam dan berjanji akanterus berjuang melawan penyakitnya.

Roy kemudian menjalani beberapa pengobatan yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakitnya itu, walaupun harapan sembuh mungkin hanya sebesar 0,1%. Roy masih percaya bahwa suatu saat ia akan hidup seperti manusia pada umumnya. 

Setelah 6 bulan menjalani terapi dan pengobatan secara rutin, penyakit Roy pun semakin memudar. Roy sekarang sudah boleh melakukan olahraga ringan, seperti jogging dan berenang. Roy juga sudah boleh pergi bersekolah lagi. Ia akhirnya dapat menghabiskan masa remajanya dengan normal seperti teman-temannya yang lain.

Roy berbaur dengan lingkungan sekolah yang asing dengan cepat, ia bahkan memiliki banyak teman karena perilakunya yang baik dan ia juga bisa dibilang cerdas, karena sejak masuk sekolah Roy selalu mendapat peringkat 5 besar di kelasnya.

“Oi! Roy, nanti pulsek main futsal lagi mau nggak?” Tanya Tony, salah satu teman Roy saat bertemu di kantin. Tony adalah siswa yang sangat pintar dalam olahraga, semua ekstrakulikuler yang berhubungan dengan olahraga selalu ia ikuti. Wajar saja karena keluarganya juga merupakan para atlet nasional.

“Wah, kayaknya nggak bisa nih. Kan kemarin udah main, masak nanti main lagi? Lo lupa?Gue cuma boleh main futsal satu kalidalam satu minggu.” Jawab Roy dengan santai.

“Yah, padahal nanti lawannya kuat, kalau lo nggak ada, kemungkinan besar kita akan kalah. Tau sendiri lah kemampuan dari SMA sebelah. Sekolah kita belum pernah menang melawan mereka.”Jelas Tony untuk meyakinkan Roy.

Mendengar itu, Roy langsung berpikir keras. Sekarang ia harus memilih antara dua pilihan yang sulit. Roy hanya diam dan membuat Tony pergi dengan sendirinya.

Sepulang sekolah Roy akhirnya memilih untuk menyanggupi permintaan Tony waktu di kantin tadi. Roy tidak memberitahu orang tuanya karena ia takut akan kena marah.

Perasaan Roy mulai tidak enak saat masuk ke lapangan. Ia merasakan hal yang aneh pada dirinya tetapi Roy hanya menganggapnya seperti angin yang melintas.

Pertandingan sudah berjalan selama satu babak, Roy dan kawan-kawan memimpin skor saat itu.Itu semua berkat kerjasama antara Roy dan Tony. Roy memang memiliki bakat bermain futsal karena sewaktu kecil sebelum belajar melukis, Roy sering bermain futsal dengan ayahnya sebelum akhirnya dokter melarangnya karena itu bisa membuat penyakit Roy kambuh.

Saat memasuki babak kedua, telinga Roy mendadak berdengung, tangan dan kakinya kaku, pandangan Roy langsung gelap dan akhirnya Roy jatuh pingsan di tengah lapangan yang membuat semua temannya terkejut.

Orang tua Roy terkejut ketika mendapat kabar bahwa Roy sekarang berada di rumah sakit. Mereka pun langsung pergi untuk melihat keadaan Roy. Sesampainya di rumah sakit, Ibu Roy langsung memarahi Tony yang saat itu menunggu di depan ruang gawat darurat. Tony pun hanya bisa diam dan mengakui kesalahannya karena ia yang mengajak Roy untuk bermain futsal.

Tak lama kemudian, dokter pun keluar dan memberitau keadaan Roy saat ini. “Penyakitnya semakin parah, kali ini ia harus istirahat total karena keadaan tubuhnya sudah sangat lemah, ditambah lagi obat yang diberikan sudah tidakberefek lagi karena penyakitnya sekarang sudah kebal dengan obat itu.”

Ibu Roy langsung lemas dan mendadak pucat mendengar perkataan dokter.

“Lalu apa yang harus kami lakukan, Dok?” Tanya Ayah Roy lirih.

“Berdoa kepada Tuhan agar anak saudara segera diberi kesembuhan. Itu adalah cara satu satunya yang dapat Bapak lakukan saat ini karena sekarang pun tenaga medis tidak bisa menanganinya lagi. Yang terpenting sekarang adalah beri ia kebahagiaan selagi masih ada kesempatan. ”Dokter itu lalu beranjak pergi karena meninggalkan orangtua Roy yang masih shock mendengar kabar keadaan Roy yang memburuk.

Beberapa jam kemudian Roy siuman, Roy melihat kedua orangtuanya tertidur pulas di kursi panjang yang ada di samping ranjangnya.

“Dimana ini? Apa yang aku lakukan disini?” Tanya Roy saat berusaha bangun dari tempat tidurnya. Walaupun Roy hanya mengatakannya dengan pelan, namun orang tuanya tiba-tiba terbangun dan langsung memeluk Roy.

“Akhirnya kamu sadar juga, kami sangat khawatir dengan keadaanmu, Nak. Kenapa tidak beritau Ibu kalau kamu mau main futsal lagi?”

“Seharusnya kamu tadi memberitau Ayah, ayah pasti datang untuk melihat pertandinganmu.”Tambah Ayah Roy untuk menghibur Roy.

Roy lalu meminta maaf kepada orangtuanya karena tidak memberitahu mereka kalau ia tadi bermain futsal lagi.

Keesokan harinya, banyak teman-teman Roy yang datang menjenguk. Mereka membawakan hadiah yang membuat Roy senang. Orangtua Roy pun ikut senang melihat anaknya tertawa.

Namun kebahagiaan yang diterima Roy sekarang berubah menjadi kolam hitam yang sangat pekat ketika ia mendengar penjelasan dokter kepada orangtuanya saat Roy tertidur pulas siang ini. Roy mendengar bahwa ia hanya bisa bertahan selama dua tahun sebelum penyakit itu mengambil alih seluruh hidupnya.

Roy kehilangan harapan hidupnya lagi, api semangat yang berkobar dalam dirinya mendadak padam terkena hembusan angin kesedihan yang begitu kencang. Ia lalu mengambil pisau buah yang ada di dekatnyayang kemudian ditatapnya dengan lekat.

Lalu tanpa ragu ia menancapkan pisau itu ke jantungnya dengan cepat. Darah mulai mengalir keluar tanpa henti dan Roy tersenyum kecil saat matanya mulai menutup dengan perlahan tapi pasti.

Setiap orang akan mengalami sebuah tragedi yang dinamakan kematian. Kematian akan datang tanpa diduga oleh siapa pun. Tetapi kali ini biarkanlah aku menentukan bagaimana cara aku mati karena aku tidak mau mati karena penyakit yang menyerangku. Aku ingin mati dengan tanganku sendiri.Aku ingin melepas semua keraguanku selama ini. Aku ingin hidup bebas dan percaya bahwa aku akan hidup dengan bebas di akhirat walaupun disiksa di neraka. Aku merasa Itu lebih baik daripada membuat orang yang aku sayangi menderita karena memikirkanku.

Ayah, Ibu, Rani, Tony, semuanya. Aku ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian karena kalian telah membuat hidupku menjadi berwarna selama ini. Kalian yang telah memberi semangat untukku, jangan mengkhawatirkanku karena aku sudah bebas sekarang. Seperti keinginanku, inilah kebahagiaan yang aku cari. Biar aku saja yang menanggung semua ini, jangan biarkan kalian berlarut dalam kesedihan terlalu lama karena aku, jangan.

*Tamat*

0 Response to "Cerpen Pain"

Posting Komentar

*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel