Titane (2021) Film Review
02/11/21
0 Komen
Brutal, Menyimpang, dan Penuh dengan Kekerasan. Seperti itulah gambaran yang muncul di benak saya waktu habis nonton film Titane. Film ini seakan dibuat untuk menunjukkan sisi manusia yang paling menyimpang yang disebabkan oleh kondisi mental yang buruk, serta truma yang dialaminya sejak masih kecil. Berbagai masalah yang dialaminya tersebut membuat berbagai perilaku brutal yang dilakukannya terlihat sangat tidak manusiawi.
Julia Ducournau sebagai sutradara nampaknya memang memiliki ciri khasnya
tersendiri dalam membuat film dengan penuh adegan seksual dan kekerasan yang
menyimpang. Setelah 6 tahun lalu sukses dengan film Raw, kini karya Durconau
berlanjut dengan film Titane yang kurang lebih bertipe sama, memiliki adegan
seksual dan penuh dengan perilaku menyimpang. Bahkan, menurut saya Titane
malah lebih sakit jika dibandingkan dengan Raw, sebab film ini sudah banyak
sekali menampilkan adegan kekerasan sejak durasi awal film ini berlangsung.
Selain itu, cerita yang ditampilkan dalam film Titane juga terkesan lebih
dark, dengan menampilkan seorang karakter utama yang memiliki trauma dan
kondisi mental yang sangat buruk, sehingga berbagai perilakunya sudah tidak
bisa digolongkan lagi sebagai seorang manusia normal.
Titane menceritakan tentang seorang wanita bernama Alexia, diperankan oleh
Agathe Rousselle, yang sejak kecil sudah memiliki masalah dimana kepalanya
harus dipasangi plat titanium karena sebuah kecelakaan yang diakibatkan oleh
kenakalannya sendiri. Ceritanya pun langsung berlanjut saat Alexia ini
memasuki masa remaja, dimana dia sekarang bekerja sebagai sebuah wanita
penghibur di sebuah kontes balap dan memiliki reputasi yang cukup tinggi dalam
pekerjaannya tersebut. Hingga pada suatu malam, terdapat seorang pria yang
mengikutinya untuk meminta tanda tangan, tanpa tahu bahwa sebenarnya Alexia
merupakan seorang pembunuh yang tak memiliki belas kasih.
Jujur saja, saya sangat suka penggambaran karakter dari Alexia, dimana dia
diceritakan sebagai seorang yang sedari kecil memang sudah penuh masalah, yang
pada akhirnya semua masalah tersebut memuncak saat dia remaja sehingga dia
mulai melakukan berbagai tindakan brutal yang bahkan nggak bakal terpikir oleh
manusia biasa. Karakter Alexia ini sekilas mengingatkan saya kepada Michael
Myres dalam series film Hallowen yang sama - sama memiliki obsesi untuk
membunuh tanpa pikir panjang untuk menemukan jati dirinya.
Adegan yang ditampilkan dalam film ini juga terkesan nggak nanggung -
nanggung, salah satu contohnya saat Alexia ini membunuh temannya hanya dengan
berbekal sebuah jarum yang biasa digunakannya buat menyangga rambut, entah apa
itu namanya pokoknya yang buat nyangga rambut gitu biar nggak terurai ke bawah
:v Dengan alat sesimple itu, dia bisa membunuh banyak orang sekaligus tanpa
ribet, kesannya tuh udah kayak orang psikopat yang nggak butuh pistol atau
benda lainnya yang lebih memungkinkan buat bunuh orang,
ini pakai jarum rambut doang njir, udah gila emang.
Sama layaknya film Raw, cerita yang ditampilkan dalam Titane ini juga terkesan
sangat buram, kalian yang menontonnya pasti nggak bakal paham tentang apa
alasan karakter utamanya ngelakuin itu semua, kayak apa faedanya gitu.
Contohnya saja seperti adegan dimana Alexia memaksa dirinya buat menjadi
Adrien, anak laki - laki dari seorang petugas damkar yang telah hilang selama
10 tahun, untuk mendapatkan perlindungan dan kabur dari kejaran polisi.
Lebih parahnya lagi, Alexia nglakuin itu semua pas lagi hamil, sehingga perut
buncit serta payudaranya mau nggak mau harus ditekan pakai kain biar nggak
ketahuan. Tak hanya itu, Alexia juga sengaja matahin hidungnya buat
nglengkapin penyamarannya. Sadis emang, tapi ya kayak gitulah gambarannya.
Saya saja sering nutup mata waktu lihat ini film saking brutal dan
absurd-nya adegan yang dilakuin oleh karakter utamanya.
Hal yang sangat saya sayangkan dari film ini malah terletak di bagian
pertengahan sampai akhir. Entah kenapa saya mulai merasa adanya penurunan
tekanan yang di awalnya saja sudah penuh dengan adegan yang brutal, namun
waktu di pertengahan, ceritanya malah lebih berfokus ke pendalaman karakter
sehingga lebih mengarah ke genre drama. Temponya sangat berbeda jauh dari yang
awalnya penuh darah, mulai berpindah ke drama hubungan keluarga yang
kehilangan anaknya selama 10 tahun. Ya, Alexia ini benar - benar akan menjadi
Adrien dan mulai hidup layaknya seperti manusia biasa pada umumnya. Seluruh
perilakunya yang sadis seakan hilang karena dia harus mencoba untuk meyakinkan
Ayah Adrien bahwa dia memang benar - benar anaknya yang telah hilang.
Mulai dari situ ceritanya akan memiliki tempo yang sedikit lambat, sehingga
film ini terkesan sangat membuang potensinya sebagai salah satu film yang
brutal di tahun 2021.
Sebenarnya ceritanya masih oke, namun agak terkesan gimana gitu, kayak ada
yang kurang.
Score
6/10
Score 6 saya berikan kepada Titane karena film ini berhasil membuat
saya terpukau akan scene - scene brutal yang ditampilkan. Walaupun saya
sangat menyayangkan sekali terhadap alur ceritanya yang seharusnya bisa
dikemas dengan lebih, tapi gapapa lah, film ini masih bagus,
worth it buat ditonton buat kalian yang emang suka adegan adegan yang
brutal atau menyimpang gitu, karena memang seperti itulah karya sutradara
Julia Ducournau ini dalam membuat film.
Pokonya, saya tunggu seperti apa karya Julia Ducournau ke depannya, semoga
lebih baik dan lebih brutal lagi dari ini.
***
Sekian yang dapat saya sampaikan terkait review film Titane. Jika ada
kritik maupun saran dari kalian, silahkan tulis saja di kolom komentar.
Jangan lupa untuk selalu kunjungi
teh90blog.com untuk
mendapatkan konten
review film
menarik lainnya.
Terima kasih.
TAGS:
* Horor
*Thriller
Review Film
Topik Lainnya
0 Response to "Titane (2021) Film Review"
Posting Komentar
*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan