Fear Street Part 3: 1666 Review - Teh90blog

Fear Street Part 3: 1666 Review

Poster Fear Street part 3

Setelah menyatukan bagian tubuh Sarah Fier yang hilang, Deena akhirnya mengetahui bagaimana awal kutukan ini terjadi. Secara mengejutkan, dia bergerak mundur ke tahun 1666 sebelum Sarah Fier digantung karena tuduhan menggunakan ilmu sihir. Yap, penutup trilogi ini akan menceritakan kehidupan Sarah Fier serta menjelaskan asal usul kutukan wilayah Shadyside dimulai.

Karena berlatar di tahun 1666, maka suasana dalam film ini juga semaksimal mungkin digambarkan dengan persis seperti yang ada di tahun tersebut. Mulai dari desain rumah penduduk yang sederhana, model pakaian mereka, serta bagaimana kondisi sosial yang ditampilkan, semuanya memang sekilas nampak seperti tahun 1666.

Leigh Nazak sebagai direktor dari film ini cukup sukses membawakan bagaimana sikap dan perilaku manusia yang hidup di tahun 1666, dengan menampilkan bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, yaitu dengan berunding lalu langsung mengambil tindakan yang hanya berdasarkan naluri, bukan berdasarkan fakta. Terlebih lagi, yang menjadi korban pertama dari kutukan tersebut merupakan seorang pendeta yang memiliki ilmu paling tinggi. Jadi, jika pendeta tersebut telah mati, maka tidak ada lagi pembimbing bagi rakyat Union yang telah dibutakan oleh ilmu sihir. Kondisi tersebut sangat relevan, karena pada zaman dahulu orang yang berpengetahuan lebih hanya segelintir saja, dan jika mereka telah mati, maka para pengikutnya akan rentan untuk terprovokasi. Kondisi itu digambarkan dengan jelas dalam film ini, terutama saat scene para warga berkumpul di gedung pertemuan, lalu mereka saling beradu argumen menentukan siapa yang bertanggung jawab atas masalah yang menimpa wilayah mereka saat itu. Mereka dengan mudahnya saling mengatakan argumen yang tak berdasar, karena memang tidak ada lagi orang yang dapat membimbing mereka ke jalan yang benar, dan alhasil Sarah Fier-lah yang menjadi kambing hitam atas semua permasalahan tersebut.

Pola pemukiman yang ditampilkan dalam film ini pun mengikuti dengan gaya pemukiman penduduk era abad pertengahan, dengan meletakkan sebuah sumur di tengah, lalu dikelilingi dengan rumah penduduk di sekitarnya. Model semacam itu mengingatkan saya dengan game Banished yang berlatar pada abad pertengahan dimana manusia masih menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian dan perkebunan.

Sarah Fier
Kiana Madeira, pemeran Sarah Fier serta Deena Johnson dalam trilogi berdarah ini
Uniknya, sebagian besar pemeran yang bermain pada film ini diambil dari 2 film pendahulunya. Oleh karena itu, wajar saja jika saat film ini dimulai kalian pasti akan langsung familiar dengan wajah para karakter yang berperan sebagai Sarah Fier dan kawan - kawan. Dikarenakan para pemainnya mengambil dari 2 film sebelumnya, maka jika berbicara masalah kualitas akting, sebagian besar hampir mirip dengan 2 film Fear Street sebelumya, terutama pada Fear Street 1994, karena karakter utamanya diperankan oleh orang yang sama, dan gaya aktingnya pun juga sama, tak ada bedanya antara Deena dengan Sarah Fier disini selain tahun dimana mereka hidup.

Film ini sebenarnya memiliki alur cerita yang sangat menarik, namun entah kenapa misteri yang disajikan sangat mudah untuk ditebak. Tak seperti 2 film sebelumnya, orang yang menjadi dalang pembuat kutukan dari Fear Street 1666 ini mudah untuk diprediksi. Menurut saya, seharusnya nama karakternya sejak awal hanya berupa panggilan saja, tidak dijelaskan dengan nama lengkapnya (kecuali Sarah Fier, karena nama tersebut sudah muncul sejak awal trilogi ini dimulai). Jadi, genre misterinya tetap masih akan berjalan kalaupun kita tahu bahwa Sarah Fier bukanlah penyihir yang sebenarnya.

Selain itu, masih terdapat beberapa hal yang menurut saya seharusnya bisa ditampilkan dengan lebih baik dalam film ini. Salah satunya yaitu kurangnya feel horor yang ditampilkan selama film ini berlangsung. Sama layaknya part pertamanya, Fear Street 1666 lagi - lagi tidak menunjukkan scene horor yang membuat bulu kuduk merinding. Malahan, film ini lebih condong ke drama karena sebagian besar isinya hanya pendalaman karakter dari Sarah Fier itu saja. Film ini kan mengambil tema penyihir dan satanisme, akan tetapi gambaran 2 hal tersebut ditampilkan dengan seadanya saja, ditambah lagi dengan musiknya yang tidak mencekam juga, sehingga menurut saya Fear Street 1666 ini tidak ada seramnya sama sekali. 

Dari segi thriller slasher-nya pun juga kurang begitu ditampilkan. Malahan, menurut saya genre thriller-nya lebih dapet di part pertamanya daripada part ketiga ini. Padahal, ekspektasi saya sudah besar terkait karakter Cyrus Miller yang diceritakan di bagian pertama bahwa ia membunuh dan mencongkel mata anak - anak dengan kejam. Akan tetapi, scene tersebut hanya ditampilkan secara sekilas saja, udah kayak kena cut dari KPI :v


Score

7/10

Nilai 7 saya berikan pada Fear Street 1666 berkat suksesnya atmosfer yang diberikan selayaknya berada di tahun 1600-an. Walaupun masih memiliki berbagai kekurangan, namun menurut saya itu masih dalam tahap yang wajar. Bisa dikatakan, secara garis besar film ini menjadi penutup yang bagus dari trilogi Fear Street.

Kesimpulannya, film ini sangat saya rekomendasikan buat kalian yang udah menonton 2 film Fear Street sebelumnya, karena semua misteri yang ada di film - film sebelumnya akan terjawab di film Fear Street 1666 ini. Akan tetapi, buat kalian yang belum menonton trilogi Fear Street manapun, saran saya silahkan mulai dengan menonton Fear Street part one: 1994 terlebih dahulu, kalau masih bimbang kalian bisa simak dulu reviewnya DISINI.

***

Sekian postingan saya kali ini terkait review film Fear Street part 3: 1666. Beritahu saya film apa lagi yang harus saya review selanjutnya di kolom komentar.

Jangan lupa juga untuk selalu kunjungi teh90blog.com untuk mendapatkan review film menarik lainnya.

Terima kasih.

0 Response to "Fear Street Part 3: 1666 Review"

Posting Komentar

*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel