De Oost/The East (2020) Film Review
19/08/21
0 Komen
![]() |
Image source: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/a/a1/Poster_film_De_Oost.jpg |
Diangkat dan disutradarai oleh orang Belanda, The East yang rilis pada
tahun 2020 ini mengambil setting saat pihak Belanda kembali datang ke
Indonesia setelah Jepang kalah dari sekutu dalam Perang Dunia ke-2. Sepanjang
filmnya, akan terdapat berbagai peristiwa yang menarik, karena film ini
mengambil sudut pandang dari tentara Belanda, bukan dari tentara Indonesia
seperti yang sudah sering kita ketahui dalam sejarah ataupun dari film
lainnya.
The East menceritakan seorang tentara muda dari Belanda bernama
Johan de Vries yang secara sukarela datang ke Indonesia untuk
mengamankan negara tersebut dari pemberontak (pemberontak yang dimaksud adalah
para pasukan pejuang kemerdekaan). Mereka datang dan berlabuh di pulau Jawa,
lalu ditempatkan di beberapa kota besar, contohnya seperti Johan ini yang
ditempatkan di Semarang.
![]() |
Johan de Vries, pemeran utama yang nasibnya nggak sebaik perekonomian saya di akhir bulan |
Hal itu cukup menarik, mengingat bahwa Ir. Soekarno bagi rakyat Indonesia
merupakan seorang pemimpin yang penuh dengan wibawa dan sangat dihormati
berkat jasanya yang begitu besar untuk memperjuangkan kemerdekaan negara ini.
Menurut saya, The East berhasil menggambarkan bagaimana citra seorang
Soekarno menurut pihak Belanda dengan menyebutnya sebagai terorisme serta
boneka dari Jepang setelah dia berhasil membuat Indonesia merdeka.
Alur cerita The East berpusat pada Johan yang bertugas untuk berpatroli
dan membantu warga desa sekitar dari serangan para pemberontak. Warga desa
yang ada di sekitar camp Johan memang sering dirumorkan mendapat teror dari
pemberontak, namun mereka tak pernah mau angkat bicara tentang hal tersebut.
The East memposisikan Johan dan rekan - rekannya sebagai pihak Belanda yang
ingin melindungi warga sekitar. Sedangkan para pemberontak (yang merupakan
pejuang kemerdekaan) merupakan pihak yang berusaha mengusir Belanda dengan
menghalalkan berbagai cara, termasuk juga memenggal orang yang membantu pihak
Belanda dan memajangkan kepalanya di depan halaman rumah.
Seringkali terdapat juga scene yang melompat ke masa depan dengan
menggambarkan kondisi Johan yang sudah pulang ke Belanda dan berjuang untuk
mendapatkan kehidupannya kembali di negara asalnya. Johan sebagai karakter
utama memang selalu digambarkan sebagai orang yang dianggap berbahaya, karena
Ayahnya yang merupakan bekas tentara Nazi yang telah menimbulkan kekacauan di
tempat tinggalnya.
Alasan itu juga yang nantinya membuat Johan dicurigai sebagai pengkhianat,
karena dia dianggap memiliki darah pengkhianatan yang menurun dari ayah
kandungnya. Johan bahkan sempat membohongi temannya bahwa seluruh keluarganya
telah meninggal untuk menutupi status ayahnya tersebut.
Alur film ini diceritakan dengan sangat lambat, ditambah dengan durasi film
ini yang tergolong lama (sekitar 2 jam lebih) membuat saya hampir mengantuk di
bagian awal sampai pertengahan film ini berlangsung. Akan tetapi, untung saja
sempat terselipkan beberapa adegan thriller sehingga saya sedikit semangat
lagi untuk menikmatinya.
The East berhasil menampilkan kondisi Indonesia di era 1940-an, dimana
sebagian penduduk Indonesia yang tampil dalam film ini digambarkan dengan
pakaian yang lusuh serta muka yang kotor, menandakan bahwa mereka masih
menderita dalam kemiskinan selepas penjajahan dari Jepang. Kondisi desa dan
kotanya pun juga dibuat dengan bagus. Kendaraannya, bangunannya, seluruh
keadaan wilayahnya memang nampak seperti berada di era 1940-an sehingga saya
sebagai penonton bisa mendapatkan pengalaman yang lebih dalam ketika menonton
film ini.
The East juga menampilkan sebuah konflik diskriminasi agama dimana
warga pribumi yang merupakan seorang penganut Kristen dikucilkan dan bahkan
kemungkinan besar juga dibunuh setelah pihak Belanda hengkang dari Indonesia,
karena kepercayaan mereka dianggap bertetangan dengan mayoritas kepercayaan
masyarakat Jawa yang menganut agama Islam. Hal tersebut dijelaskan pada
karakter Samuel yang diceritakan merupakan warga Indonesia beragama Kristen
yang membantu pihak Belanda dalam usahanya untuk memberantas para pemberontak.
Ini menyimpulkan bahwa pihak Belanda memang tidak sepenuhnya kejam terhadap
Indonesia, bahkan beberapa kekejaman malah berasal dari rakyat Indonesia itu
sendiri.
The East memang tidak menonjolkan konflik perangnya, film ini lebih
berfokus pada pendalaman karakter Johan serta berbagai pengalamannya selama di
Indonesia. Maka dari itu, buat kalian yang mengharapkan film ini menjadi film
yang penuh dengan adegan baku tembak, maka buang jauh - jauh ekspektasi itu.
![]() |
Setelah nonton The East, coba browsing "Raymond Westerling" biar lebih paham sama apa yang dulu dia lakuin di Indonesia |
Score
7/10
Saya memberikan skor 7, karena film ini berhasil menampilkan kondisi di era
1940-an dengan baik, serta banyaknya pengucapan bahasa Indonesia yang
ditampilkan seperti menambah kesan bahwa sepertinya para cast dari film
The East ini juga harus latihan berbahasa Indonesia dengan baik.
Secara keseluruhan, The East ini cukup layak ditonton, semua kekurangan
yang ada dalam film ini juga masih bisa dimaklumi. Walaupun menurut saya
gambaran dan kondisi penjajahan dalam The East ini tidak terlalu
digambarkan dengan detail, namun film ini sudah cukup untuk memberikan sudut
pandang yang berbeda dari sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.
***
Sekian review dari saya terkait film The East. Perlu diingat
lagi bahwa seluruh isi dari postingan ini hanya merupakan opini saya pribadi.
Oleh karena itu, jika kalian memiliki pendapat yang lain terkait film ini,
silahkan beritau saya lewat kolom komentar di bawah.
Jangan lupa untuk selalu kunjungi
teh90blog.com, karena blog
ini juga akan menghadirkan
review
menarik dari film - film lainnya.
Terima kasih.
TAGS:
Review Film
Topik Lainnya
0 Response to "De Oost/The East (2020) Film Review"
Posting Komentar
*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan