De Oost/The East (2020) Film Review - Teh90blog

De Oost/The East (2020) Film Review

The East
Image source: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/a/a1/Poster_film_De_Oost.jpg
Sejarah penjajahan Indonesia seringkali telah dijelaskan dalam berbagai bidang. Entah itu di bidang pendidikan khususnya dalam mata pelajaran sejarah, ataupun di bidang perfilman seperti Trilogi Merdeka dan Battle of Surabaya yang dulu pernah ramai diperbincangkan. Namun, selama itu juga sejarah Indonesia hanya diceritakan berdasarkan dari sudut pandang Indonesia itu sendiri. Pernahkan sejarah tersebut dibahas dari sudut pandang yang berbeda?

Diangkat dan disutradarai oleh orang Belanda, The East yang rilis pada tahun 2020 ini mengambil setting saat pihak Belanda kembali datang ke Indonesia setelah Jepang kalah dari sekutu dalam Perang Dunia ke-2. Sepanjang filmnya, akan terdapat berbagai peristiwa yang menarik, karena film ini mengambil sudut pandang dari tentara Belanda, bukan dari tentara Indonesia seperti yang sudah sering kita ketahui dalam sejarah ataupun dari film lainnya.

The East menceritakan seorang tentara muda dari Belanda bernama Johan de Vries yang secara sukarela datang ke Indonesia untuk mengamankan negara tersebut dari pemberontak (pemberontak yang dimaksud adalah para pasukan pejuang kemerdekaan). Mereka datang dan berlabuh di pulau Jawa, lalu ditempatkan di beberapa kota besar, contohnya seperti Johan ini yang ditempatkan di Semarang.

Johan de Vries
Johan de Vries, pemeran utama yang nasibnya nggak sebaik perekonomian saya di akhir bulan
Karena mengambil sudut pandang dari pihak Belanda, sejak awal film ini akan menampilkan sedikit hal - hal yang kontroversial yang berkaitan dengan tokoh Pahlawan Proklamator Indonesia. Contoh yang paling jelas terdapat di awal film saat komandan menjelaskan tujuan mereka berada di Indonesia. Dalam pidatonya yang singkat, ia menjelaskan bahwa Ir. Soekarno merupakan boneka dari Jepang yang sedang membuat negara ini sengsara, karena dia ingin mendirikan sebuah negara baru yang tidak berada di bawah pimpinan pihak Belanda.

Hal itu cukup menarik, mengingat bahwa Ir. Soekarno bagi rakyat Indonesia merupakan seorang pemimpin yang penuh dengan wibawa dan sangat dihormati berkat jasanya yang begitu besar untuk memperjuangkan kemerdekaan negara ini. Menurut saya, The East berhasil menggambarkan bagaimana citra seorang Soekarno menurut pihak Belanda dengan menyebutnya sebagai terorisme serta boneka dari Jepang setelah dia berhasil membuat Indonesia merdeka. 

Alur cerita The East berpusat pada Johan yang bertugas untuk berpatroli dan membantu warga desa sekitar dari serangan para pemberontak. Warga desa yang ada di sekitar camp Johan memang sering dirumorkan mendapat teror dari pemberontak, namun mereka tak pernah mau angkat bicara tentang hal tersebut. The East memposisikan Johan dan rekan - rekannya sebagai pihak Belanda yang ingin melindungi warga sekitar. Sedangkan para pemberontak (yang merupakan pejuang kemerdekaan) merupakan pihak yang berusaha mengusir Belanda dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk juga memenggal orang yang membantu pihak Belanda dan memajangkan kepalanya di depan halaman rumah.

Seringkali terdapat juga scene yang melompat ke masa depan dengan menggambarkan kondisi Johan yang sudah pulang ke Belanda dan berjuang untuk mendapatkan kehidupannya kembali di negara asalnya. Johan sebagai karakter utama memang selalu digambarkan sebagai orang yang dianggap berbahaya, karena Ayahnya yang merupakan bekas tentara Nazi yang telah menimbulkan kekacauan di tempat tinggalnya. 

Alasan itu juga yang nantinya membuat Johan dicurigai sebagai pengkhianat, karena dia dianggap memiliki darah pengkhianatan yang menurun dari ayah kandungnya. Johan bahkan sempat membohongi temannya bahwa seluruh keluarganya telah meninggal untuk menutupi status ayahnya tersebut.

Alur film ini diceritakan dengan sangat lambat, ditambah dengan durasi film ini yang tergolong lama (sekitar 2 jam lebih) membuat saya hampir mengantuk di bagian awal sampai pertengahan film ini berlangsung. Akan tetapi, untung saja sempat terselipkan beberapa adegan thriller sehingga saya sedikit semangat lagi untuk menikmatinya.

The East berhasil menampilkan kondisi Indonesia di era 1940-an, dimana sebagian penduduk Indonesia yang tampil dalam film ini digambarkan dengan pakaian yang lusuh serta muka yang kotor, menandakan bahwa mereka masih menderita dalam kemiskinan selepas penjajahan dari Jepang. Kondisi desa dan kotanya pun juga dibuat dengan bagus. Kendaraannya, bangunannya, seluruh keadaan wilayahnya memang nampak seperti berada di era 1940-an sehingga saya sebagai penonton bisa mendapatkan pengalaman yang lebih dalam ketika menonton film ini.

The East juga menampilkan sebuah konflik diskriminasi agama dimana warga pribumi yang merupakan seorang penganut Kristen dikucilkan dan bahkan kemungkinan besar juga dibunuh setelah pihak Belanda hengkang dari Indonesia, karena kepercayaan mereka dianggap bertetangan dengan mayoritas kepercayaan masyarakat Jawa yang menganut agama Islam. Hal tersebut dijelaskan pada karakter Samuel yang diceritakan merupakan warga Indonesia beragama Kristen yang membantu pihak Belanda dalam usahanya untuk memberantas para pemberontak. Ini menyimpulkan bahwa pihak Belanda memang tidak sepenuhnya kejam terhadap Indonesia, bahkan beberapa kekejaman malah berasal dari rakyat Indonesia itu sendiri.

The East memang tidak menonjolkan konflik perangnya, film ini lebih berfokus pada pendalaman karakter Johan serta berbagai pengalamannya selama di Indonesia. Maka dari itu, buat kalian yang mengharapkan film ini menjadi film yang penuh dengan adegan baku tembak, maka buang jauh - jauh ekspektasi itu.

Raymond Westerling
Setelah nonton The East, coba browsing "Raymond Westerling" biar lebih paham sama apa yang dulu dia lakuin di Indonesia
Dibandingkan dengan adegan perang, The East malah menampilkan adegan thriller dengan memasukkan beberapa scene yang tergolong sadis. Salah satu scene yang saya ingat adalah pemajangan kepala orang di depan halaman rumah, serta scene dimana Komandan Raymond Westerling dengan ganasnya membantai seluruh orang sesuai dengan daftar yang diduga merupakan bagian dari kelompok pemberontak.


Score

7/10

Saya memberikan skor 7, karena film ini berhasil menampilkan kondisi di era 1940-an dengan baik, serta banyaknya pengucapan bahasa Indonesia yang ditampilkan seperti menambah kesan bahwa sepertinya para cast dari film The East ini juga harus latihan berbahasa Indonesia dengan baik. 

Secara keseluruhan, The East ini cukup layak ditonton, semua kekurangan yang ada dalam film ini juga masih bisa dimaklumi. Walaupun menurut saya gambaran dan kondisi penjajahan dalam The East ini tidak terlalu digambarkan dengan detail, namun film ini sudah cukup untuk memberikan sudut pandang yang berbeda dari sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.

***

Sekian review dari saya terkait film The East. Perlu diingat lagi bahwa seluruh isi dari postingan ini hanya merupakan opini saya pribadi. Oleh karena itu, jika kalian memiliki pendapat yang lain terkait film ini, silahkan beritau saya lewat kolom komentar di bawah.

Jangan lupa untuk selalu kunjungi teh90blog.com, karena blog ini juga akan menghadirkan review menarik dari film - film lainnya.

Terima kasih.

0 Response to "De Oost/The East (2020) Film Review"

Posting Komentar

*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel